Sabtu, 21 April 2012

ZOMBIE JATUH CINTA

ZOMBIE JATUH CINTA

Aku Rogoh Sesuatu yang tersimpan di dalam Saku celana Jeans Lusuh yang ku pakai malam ini. dan keluarlah secarik Foto Lusuh dari dalamnya, itu adalah, Foto Luna. teman masa SMP hingga SMA. kami terbilang cukup akrab sebagai teman, namun di balik semua itu. tersimpan suatu rahasia dalam diriku, CINTA, aku merasakan suatu kekuatan yang maha dahsyat yang di namakan Cinta. aku tak tahu bagaimana rasa itu harus muncul dan menghancurkan rasa persahabatan yang sebenarnya lebih indah untuk di nikmati. ku ingat saat pertama kami bertemu di Ekstrakulikuler Kempo di sekolah kami. Sebagai anggota baru tentu saja kami sedikit canggung dalam berlatih, dan di saat itu aku memang tidak terlalu memperhatikan dirinya. ketika waktu istirahat berlatih, Aku lihat Luna terlihat kebingungan kala itu, ia kebingungan karena lupa membawa air minum. Akhirnya kutawarkan Air minum yang kubawa, awalnya dia menolak namun karena rasa haus yang lebih besar dari pada rasa malu akhirnya ia minum juga air pemberianku tadi. Ku sodorkan tangan kanan ku dengan maksud untuk berkenalan, "Hendra". kataku singkat. Dengan senyum kecilnya ia menyalamiku, terasa halus kulit tangannya. Berniat mengatakan sesuatu padaku namun ucapanya terhenti karena Sempai (kakak) yang melatih kami memberi instruksi untuk kembali berlatih.
Akhirnya latihan Usai pukul 6 sore, aku kembali mendekati Luna dengan maksud berkenalan karena tadi aku tidak sempat bertanya namanya. "Hai" sapaku basa-basi dan di balas dengan senyum manisnya. "o iya tadi aku belum sempat bertanya nama kamu, boleh aku tau nama kamu?", "Boleh, namaku....", perkataannya terputus karena Orang Tua Luna telah menjemput dengan MOGE (Motor Gede). " Maaf aku sudah dijemput, bye", " Nama kamu siapa?", teriakku penasaran, "Luna" jawabnya dengan senyum menghiasi wajah imutnya. "Luna" nama yang indah.
Sejak saat itu kami mulai akrab dan dekat. bahkan aku tidak sungkan untuk datang ke rumahnya walau orang tua Luna sedang tidak ada di rumah. karena saat itu aku hanya merasa bahwa luna adalah sahabatku. Namun semua berubah saat kami menginjak masa SMA, aku merasa tenang bila ada di dekatnya, dan gelisah ketika dia tidak ada. Namun semua itu hanya tersimpan dalam benakku hingga kami menginjak kelas 3 SMA, akhir dari perjalan masa sekolah kami. Akhirnya kuputuskan untuk menyatakan cintaku saat pengumuman kelulusan, Menjelang Akhir dari "Kebersamaan Kami".
Ujian akhir Nasional telah selesai Kami lewati, dan jujur itu adalah masa tersulit yang pernah aku lalui. Hasil Ujianpun di umumkan, dan ternyata kami semua dinyatakan Lulus Ujian Akhir, tentu saja hal ini membuat sekolah kami bergema Gembira dan khususnya bagiku, Gembira karena akan mengungkapkan perasanku pada "LUNA". "Ndra kita lulus", kata Luna dengan wajah cerianya, " Iya Lun, Kita Lulus, Aq boleh jujur gak ?", "Kenapa Ndra gk biasanya kamu gini?", "aku mau bicara sama kamu Luna, Tapi gk disini, gk di keramaian ini". ku tarik tangan lembut Luna keluar sekolah, Kini kami berada di depan Sekolah jauh dari keramaian di dalam sekolah karena rasa bahagia para siswanya, tapi kami menuju keramaian jalan. "Ngomong apa Li, Penting banget ya sampai kita hrus jauh dari teman-teman?", "penting banget Luna, Aq mau bilang kalau...", perkataan ku terhenti karena aku lihat di belakang Luna melaju Truk dengan kecepatan tinggi menuju kami. Dengan reflek  ku dorong Tubuh Mungil Luna kearah sekolah agar ia tidak tertabrak, Luna selamat, tapi sayang, aku tak dapat menghindar.
Gelap, Sunyi, Ada Apa ini. Sempit sekali disini. Aku... di dalam Kubur. aku telah meninggal tapi mengapa aku bisa menggerakan tubuhku. ku dorong Peti mati, Terbuka, Aku Hidup tapi penuh darah, Penuh Luka, Aku "Zombie". 
Dengan terhuyung aku berjalan. Kutemukan Baju Bekas dan Celana Jeans berserakan.  Aku bingung baju siapa ini, akhirnya aku pakai dan muncul seseorang dari balik semak-semak dengan seorang Perempuan, “Siapa Kamu, mengapa kamu ambil Bajuku“.  Bentak Orang itu. Dan tanpa menunggu jawabku dia menyerangku namun bisa ku tangkis dengan mudah dengan teknik yang ku pelajari dulu dank u serang dia dengan kepalan tanganku, dia Pingsan, Tenagaku bertambah 3 kali Lipat. Melihat Orang itu Pingsan sambil telanjang membuatku bingung dan pergi meninggalkan pasangan itu, kupalingkan wajahku Perempuan itu menangis ketakutan sambil berusaha membangunkan pasangannya, ku tinggalkan mereka.
Aku Sampai di depan Rumahku, Gelap tak ada Orang, dimana kedua Orangtuaku, mereka Tak ada. Aku ingat setelah kelulusanku Orang tuaku mengajak kami untuk Pindah keluar Kota, kini mereka pasti telah pergi keluar kota. Aku mencoba masuk kedalam rumahku, tak bisa, semua pintu terkunci. Ku dobrak pintu dengan mudah, aku menuju kamarku semasa hidup. Kutemukan lembaran foto orang yang kucintai “Luna” teringat masa sebelum aku tertabrak Truk membuatku ingin menangis, tapi tak bisa karena Aku seorang “Zombie”. Dengan membawa secarik kertas aku berjalan tak karuan, tanpa tujuan. Akhirnya ku putuskan untuk menemui Luna, tapi apa mungkin dengan tubuh penuh Luka, tubuh yang mulai membusuk ini apakah aku dapat diterima? Tak ada salahnya dicoba tekadku.
Ketika sampai di rumah Luna kurasakan sakit di bagian Kakiku. Kulit kakiku mengelupas hamper terlihat tulang kakiku. Anjung Luna menggonggong Hebat membuat seluruh orang yang ada di dalam Rumah keluar untuk melihat penyebabnya, dan ternyata, ada Orang Tuaku. “Ayah, Ibu” teriaku pilu. “Hendra” teriak mereka seraya berlari menghampiri, sedang aku terjungkal karena kakiku tak kuat menopang tubuhku. “mengapa kamu masih disini, disini bukan tempatmu lagi nak”, “aku tak tahu Bu, mungkin ada urusan yang harus ku selesaikan dahulu, maafkan aku Ibu, Ayah”. “kami sudah memaafkan kamu dari dalu”. Luna mendekati kami “Hendra, apa betul kamu Hendra??”, “ini aku Luna” jawabku sambil tersenyum. “Hen, apa yang mau kamu katakana sebelum…”, “iya Luna aku mau jujur sama kamu kalau aku”, “ kenapa Hen, tolong jawab”, “aku…. Aku sayang sama Kamu Luna, tapi itu sekarang gak mungkin, aku bukan manusia lagi”, “ndra aku juga sayang sama kamu, kita gak bisa bersama sekarang tapi nanti kita akan bersama di alam sana“. Kata terakhir Luna membuatku sedikit tenang dank u pejamkan perlahan mataku selamat tinggal Dunia, selamat tinggal ayah dan Ibu, selamat tinggal Luna.



Minggu, 08 April 2012

"SUSU COKLAT" ATAU " T*I CICAK (PART 2)


"SUSU COKLAT" ATAU " T*I CICAK" (part 2)


Mulai dari sekarang, akan ku jalani semua, tanpa Dirimu, Walau kutau Aku sangat Mencintaimu, tapi kini ku sadar aku hanya, seonggok Sampah di Tengah Keramaian yang Tidak akan dibutuhkan Oleh siapapun



“Sebenarnya Orang itu adalah”. Kata2 Rani terhenti karena ayah Rani keluar Rumah. “ooo sudah pulang ya, terima kasih y Ali, sudah mau menemani Rani belajar kelompok” kata ayah Rani tiba-tiba, dan sontak saja kami kaget, “kalau sudah selesai ceritanya ntar, kamu masuk ya Rani, kasian Ali kemalaman”, lanjut ayah Rani, “iya Ayah”, Rani menjawab perkataan Ayahnya sedang aku hanya tersenyum dan berdiam karena pengaruh kekagetan ku tadi. Setalah menerima Jawaban dari Rani Ayahnya-pun masuk kembali ke dalam Rumah, dan aku kembali bertanya tentang Orang yang di sukai oleh Rani, “Siapa Kanaknya Ran???”, “Gak Apa-Apa deh ntar aja aku bilang ke kamu, bener kata Ayahku sebaiknya kamu pulang saja udah Malam”, “ok lah aku mulang dulu yo”. Dan aku sediit kecewa bercampur senang, Kecewa karena tidak tahu siapa yang Rani sukai dan Senang karena bisa menghabiskan malam itu bersamanya, setelah titip salam untuk kedua orang tuanya aku pamit pulang kepada Rani.

Seminggu setelah malam itu, terus terang rasa penasaran masih menghantuiku, akhirnya ketika jam Istirahat aku putuskan untuk menemui Rani di Kantin. “hem nyaman tegaknya ni makan Tempe”, ku buka pembicaraan siang itu, “eh, Ali kalau mau ambil aja ntar aku biarin hehehe”, “ahh kiraku awak bayari ndik tahunya biarin, eh iya malam hariantu bunyi awak hendak beri tahu aku kanak yang awak sukai???”, aku bertanya langsung ke inti karena terus terang aku juga penasaran sekaligus takut menerima kenyataan tentang orang yang dia sukai, namun Rani hanya menggelengkan Kepalanya sambil Berkata “Malam ini kamu temani aku di rumah ya? Karena Orang tuaku pergi ke acara pernikahan temannya jadi aku sendirian malam ini, dan nanti aku beri tahu orangnya, oke?”, “Okelah kalau begitu”, ku jawab dia dan langsung memesan Bakso kepada Ibu kantin.

Ketika aku sampai di Rumahnya Orang tuanya belum pergi dan masih bersiap-siap pergi ke acara pernikahan. “Li titip Rani ya, Om sama tente mau ke acara temen, kalau nakal cubit aja Raninya”, ayah Rani berpesan padaku, “iya Om tenang aja Rani pasti aman dengan nyawa”, jawabku dan kulihat Rani hanya tersenyum. Setelah Orang tuanya pergi, kami masuk ke dalam rumah dan menonton TV. Setelah lama waktu berselang akhirnya aku mulai bertanya, pertanyaan yang sama seperti siang tadi. “sebenarnya aku malu buat bilang ini sama kamu Li”, Rani membuka pertanyaan”, “ndik apa-apa dah, padah aja dengan aku” ku menjawab sambil meminum Teh yang Rani Buat, “Orang itu sebenarnya…………. Kamu Li”, jawaban Rani itu membuatku terkejut dan membuat Teh yang ada di mulutku terasa sangat manis, sambil menelan teh yang terasa manis karena jawaban Rani tadi aku pun berkata “becanda kanak ni”, “tu kan makanya aku males bilang sama kamu, kamu pasti gak percaya” jawab rani manja. Situasi menjadi sunyi sesaat. “ran, sebenernya aku juga suka dengan awak, tapi aku ndik nyangka kalau awak jua suka dengan aku” ku pecahkan situasi hening tadi, dan ku sambung perkataanku tadi “aku juga suka dengan awak Ran, awak hendak ndik jadi Hodenganku???”, kulihat rani tertunduk malu dan dia menjawab “tapi kamu yakin hubungan kita bisa berjalan lancar, secara kita masih sepupu”, “ndik apa-apa dah yang penting bukan saudara sesusuan (ASI dari wanita yang sama)”, “kalau begitu kata kamu Li, aku mau jadi pacar kamu” jawaban dan tanggapan ini yang aku tunggu, dan setelah itu malam itu kami habiskan menonton TV, bercerita dan sambil berpegangan tangan hingga kedua Orang tua Rani Pulang kami tidak sadar kalau kami masih berpegangan tangan, dan tentu saja itu menjadi bahan lelucon dari ayah Rani. “ haha, jadi ingat waktu kalian masih kecil, pegangan tangan kaya gitu, Lucu banget”, kata ayah Rani dan aku sedikit tertawa dan malu mendengarnya. Akhirnya aku pamit pulang kepada orang tua Rani.

Tak terasa 2 bulan aku dan Rani berpacaran. Banyak hal kami lalui selama masa ini. Suatu malam seperti biasa, malam minggu itu aku pergi kerumah Rani, “Apel Malam Minggu”. Saat asik bercengkrama Rani memohon Ijin untuk masuk kerumah untuk membuat Teh. Saat aku menunggu, Ibu Rani keluar Rumah dan duduk di sebelah ku, “wah akhir-akhir ini kamu rajin kerumah ya Li?”. Ibu Rani membuka percakapan malam itu, dan aku balas dengan senyum malu. “hehe, Bosan  di rumah maha”. Jawabku. “ O iy ad yang mau saya beri tahu ni LI, jadi dulu kamu sama Rani besar sama-sama dan sering banget jalan kesini dari kamu masih bayi. Tapi sayang Rani Lahir karena Prematur jadi kesehatannya sangat terganggu di tambah lagi ASI Saya tidak lancer sehingga kamu dan Rani masih terhitung Saudara Sesusuan, makanya saya tidak heran kalau kalian sangat Akrab’”. Mendengar hal itu membuatku Bingung, ternyata Orang yang aku cintai merupakan Saudara “Sesusuan”. Melihatku melamun Ibu Rani kemudian memanggilku dan masuk ke dalam Rumah untuk memasak makan malam. Tidak lama setelah Ibunya masuk Rumah R$ani-pun keluar Rumah dan membawa The hangat buatku. “Li habis Makan nalam Kita jalan-jalan ya”, kata Rani sambil meletakan secangkir The di meja yang hanya q jawab dengan Anggukan. Tak lama kemudian keluarlah Ibu Rani menawarkan Makan Malam kepada kami.

Setelah makna malam. Seperti yang aq janjikan kepada Rani kami berkeliling dengan menggunakan Sepeda Motorku. “Ran, Boleh Ndik aq ngomong sesuatu”, “ngomong apa Ali saying” jawab Rani manja. Setelah menarik nafas panjang aq berkata “Ran Tegaknya Etam ndik dapat Lanjut Lagi ni pacarannya”, “Kenapa LI?” jawab Rani bingung, Kemudian aq menceritakan, apa yang Ibu Rani katakana padaku Tadi. dengan wajah Murung Rani berkata “Kenapa Hidum ini gk Adil LI, kenapa ketika aku mulai mencintai kamu, kita harus terpisah begini” kata Rani sambil menitikan Air Mata. “Etam Ndik berpisah Rani, Etam masih bisa bersama, Sebagai seorang saudara dan Sahabat:”, “ tapi ini gk adil Ali, aku saying kamu”, “Aku Juga sayang ko Ran, tapi keadaan yang memaksa, seharusnya aku sadari sejak awal Ran, Susu dan coklat bisa bersama namun tak akan selamanya bisa bersama, karena Coklat hanya sebegai pelengkap bagi Susu dan itu juga bukan suatu keharusan, tapi aku akan selalu menjaga kamu ko Rani”, “Makasih LI buat semua”. Ku coba untuk menenangkan Hati Rani walau sebenarnya aku sendiri tak tenang di buatnya. Setelah mengantarnya pulang, aku cium keningnya yang terakhir kali sebagai seorang kekasih menjadi seorang saudara, ku lihat raut sedih diwajahnya namun aku memastikan padanya bahwa aku akan selalu bersamanya, sebaga Saudaranya, sebagai “Coklat yang melangkapi Susu”. The End.