"SUSU COKLAT" ATAU " T*I CICAK" (part 2)
Mulai dari sekarang, akan ku jalani semua, tanpa Dirimu, Walau kutau Aku sangat Mencintaimu, tapi kini ku sadar aku hanya, seonggok Sampah di Tengah Keramaian yang Tidak akan dibutuhkan Oleh siapapun
“Sebenarnya Orang itu adalah”. Kata2 Rani terhenti karena ayah Rani
keluar Rumah. “ooo sudah pulang ya, terima kasih y Ali, sudah mau menemani Rani
belajar kelompok” kata ayah Rani tiba-tiba, dan sontak saja kami kaget, “kalau sudah
selesai ceritanya ntar, kamu masuk ya Rani, kasian Ali kemalaman”, lanjut ayah
Rani, “iya Ayah”, Rani menjawab perkataan Ayahnya sedang aku hanya tersenyum
dan berdiam karena pengaruh kekagetan ku tadi. Setalah menerima Jawaban dari
Rani Ayahnya-pun masuk kembali ke dalam Rumah, dan aku kembali bertanya tentang
Orang yang di sukai oleh Rani, “Siapa Kanaknya Ran???”, “Gak Apa-Apa deh ntar
aja aku bilang ke kamu, bener kata Ayahku sebaiknya kamu pulang saja udah
Malam”, “ok lah aku mulang dulu yo”. Dan aku sediit kecewa bercampur senang,
Kecewa karena tidak tahu siapa yang Rani sukai dan Senang karena bisa
menghabiskan malam itu bersamanya, setelah titip salam untuk kedua orang
tuanya aku pamit pulang kepada Rani.
Seminggu setelah malam itu, terus terang rasa penasaran masih menghantuiku,
akhirnya ketika jam Istirahat aku putuskan untuk menemui Rani di Kantin. “hem
nyaman tegaknya ni makan Tempe”, ku buka pembicaraan siang itu, “eh, Ali kalau
mau ambil aja ntar aku biarin hehehe”, “ahh kiraku awak bayari ndik tahunya
biarin, eh iya malam hariantu bunyi awak hendak beri tahu aku kanak yang awak
sukai???”, aku bertanya langsung ke inti karena terus terang aku juga penasaran
sekaligus takut menerima kenyataan tentang orang yang dia sukai, namun Rani
hanya menggelengkan Kepalanya sambil Berkata “Malam ini kamu temani aku di
rumah ya? Karena Orang tuaku pergi ke acara pernikahan temannya jadi aku
sendirian malam ini, dan nanti aku beri tahu orangnya, oke?”, “Okelah kalau
begitu”, ku jawab dia dan langsung memesan Bakso kepada Ibu kantin.
Ketika aku sampai di Rumahnya Orang tuanya belum pergi dan masih
bersiap-siap pergi ke acara pernikahan. “Li titip Rani ya, Om sama tente mau ke
acara temen, kalau nakal cubit aja Raninya”, ayah Rani berpesan padaku, “iya
Om tenang aja Rani pasti aman dengan nyawa”, jawabku dan kulihat Rani hanya
tersenyum. Setelah Orang tuanya pergi, kami masuk ke dalam rumah dan menonton
TV. Setelah lama waktu berselang akhirnya aku mulai bertanya, pertanyaan yang
sama seperti siang tadi. “sebenarnya aku malu buat bilang ini sama kamu Li”,
Rani membuka pertanyaan”, “ndik apa-apa dah, padah aja dengan aku” ku menjawab
sambil meminum Teh yang Rani Buat, “Orang itu sebenarnya…………. Kamu Li”, jawaban
Rani itu membuatku terkejut dan membuat Teh yang ada di mulutku terasa sangat
manis, sambil menelan teh yang terasa manis karena jawaban Rani tadi aku pun
berkata “becanda kanak ni”, “tu kan makanya aku males bilang sama kamu, kamu
pasti gak percaya” jawab rani manja. Situasi menjadi sunyi sesaat. “ran,
sebenernya aku juga suka dengan awak, tapi aku ndik nyangka kalau awak jua suka
dengan aku” ku pecahkan situasi hening tadi, dan ku sambung perkataanku tadi
“aku juga suka dengan awak Ran, awak hendak ndik jadi Hodenganku???”, kulihat
rani tertunduk malu dan dia menjawab “tapi kamu yakin hubungan kita bisa
berjalan lancar, secara kita masih sepupu”, “ndik apa-apa dah yang penting
bukan saudara sesusuan (ASI dari wanita yang sama)”, “kalau begitu kata kamu
Li, aku mau jadi pacar kamu” jawaban dan tanggapan ini yang aku tunggu, dan
setelah itu malam itu kami habiskan menonton TV, bercerita dan sambil
berpegangan tangan hingga kedua Orang tua Rani Pulang kami tidak sadar kalau
kami masih berpegangan tangan, dan tentu saja itu menjadi bahan lelucon dari
ayah Rani. “ haha, jadi ingat waktu kalian masih kecil, pegangan tangan kaya
gitu, Lucu banget”, kata ayah Rani dan aku sedikit tertawa dan malu
mendengarnya. Akhirnya aku pamit pulang kepada orang tua Rani.
Tak terasa 2 bulan aku dan Rani berpacaran. Banyak hal kami lalui selama
masa ini. Suatu malam seperti biasa, malam minggu itu aku pergi kerumah Rani,
“Apel Malam Minggu”. Saat asik bercengkrama Rani memohon Ijin untuk masuk
kerumah untuk membuat Teh. Saat aku menunggu, Ibu Rani keluar Rumah dan duduk
di sebelah ku, “wah akhir-akhir ini kamu rajin kerumah ya Li?”. Ibu Rani
membuka percakapan malam itu, dan aku balas dengan senyum malu. “hehe,
Bosan di rumah maha”. Jawabku. “ O iy ad
yang mau saya beri tahu ni LI, jadi dulu kamu sama Rani besar sama-sama dan
sering banget jalan kesini dari kamu masih bayi. Tapi sayang Rani Lahir karena
Prematur jadi kesehatannya sangat terganggu di tambah lagi ASI Saya tidak lancer
sehingga kamu dan Rani masih terhitung Saudara Sesusuan, makanya saya tidak
heran kalau kalian sangat Akrab’”. Mendengar hal itu membuatku Bingung,
ternyata Orang yang aku cintai merupakan Saudara “Sesusuan”. Melihatku melamun
Ibu Rani kemudian memanggilku dan masuk ke dalam Rumah untuk memasak makan
malam. Tidak lama setelah Ibunya masuk Rumah R$ani-pun keluar Rumah dan membawa
The hangat buatku. “Li habis Makan nalam Kita jalan-jalan ya”, kata Rani sambil
meletakan secangkir The di meja yang hanya q jawab dengan Anggukan. Tak lama
kemudian keluarlah Ibu Rani menawarkan Makan Malam kepada kami.
Setelah makna malam. Seperti yang aq janjikan kepada Rani kami
berkeliling dengan menggunakan Sepeda Motorku. “Ran, Boleh Ndik aq ngomong
sesuatu”, “ngomong apa Ali saying” jawab Rani manja. Setelah menarik nafas
panjang aq berkata “Ran Tegaknya Etam ndik dapat Lanjut Lagi ni pacarannya”, “Kenapa
LI?” jawab Rani bingung, Kemudian aq menceritakan, apa yang Ibu Rani katakana padaku
Tadi. dengan wajah Murung Rani berkata “Kenapa Hidum ini gk Adil LI, kenapa
ketika aku mulai mencintai kamu, kita harus terpisah begini” kata Rani sambil
menitikan Air Mata. “Etam Ndik berpisah Rani, Etam masih bisa bersama, Sebagai
seorang saudara dan Sahabat:”, “ tapi ini gk adil Ali, aku saying kamu”, “Aku
Juga sayang ko Ran, tapi keadaan yang memaksa, seharusnya aku sadari sejak awal
Ran, Susu dan coklat bisa bersama namun tak akan selamanya bisa bersama, karena
Coklat hanya sebegai pelengkap bagi Susu dan itu juga bukan suatu keharusan,
tapi aku akan selalu menjaga kamu ko Rani”, “Makasih LI buat semua”. Ku coba
untuk menenangkan Hati Rani walau sebenarnya aku sendiri tak tenang di buatnya.
Setelah mengantarnya pulang, aku cium keningnya yang terakhir kali sebagai
seorang kekasih menjadi seorang saudara, ku lihat raut sedih diwajahnya namun
aku memastikan padanya bahwa aku akan selalu bersamanya, sebaga Saudaranya,
sebagai “Coklat yang melangkapi Susu”. The End.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar